Nasehat Ke Lima “KETEGUHANMU DAPAT MENGALAHKAN TIPU DAYA MUSUH”

Naseat2 Rasulullah saw - oleh Abdullah Azzam5

“Apa gerangan yang terjadi manakala musuh-musuh kita tahu bahwa tipu daya mereka tidak melemahkan hati kita tetapi malah menguatkannya, tidak mempus cita dan asa kita tetapi malah mengukuhkannya, dan tidak menurunkan semangat kita tetapi malah meninggikannya.”

KETEGUHANMU DAPAT MENGALAHKAN TIPU DAYA MUSUH

            Musuh-musuh Islam tidak lagi mendapat alasan untuk membenarkan kebatilan mereka. Karenanya reaksi mereka atas seruan kebenaran adalah melancarkan berbagai siksaan dan adzab kepada mereka yang memperjuangkan kebenaran. Mereka tidak mendapati reaksi lain yang lebih baik dari hal itu. Mereka selalu mengambil langkah ini manakala mereka kehabisan cara untuk menolak kebenaran.

            Dalam reaksi ini pulalah Fir’aun menyambut seruan Musa

“Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang di penjarakan.””(Qs. Asy-Syu’araa’ [26] : 29)

            Juga kepada bekas tukang sihirnya yang telah beriman

Fir’aun berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya. (Qs. Asy-Syu’araa’ [26] : 29)

            Dengan reaksi yang sama pula kaum Ibrahim as. menjawab seruannya;

“Bakarlah dia (Ibrahim) dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (Qs. Al-Anbiyaa’ [21] : 68)

             Begitu juga reaksi yang diberikan kepada Yusuf as.

“Lalu tampaklah kepada mereka setelah mengetahui bukti-bukti yang jelas, maka dipenjarakanlah ia (Yusuf) sampai beberapa hari.” (Qs. Yusuf [12] : 35)

            Demikian pula reaksi Umayyah bin Khalaf terhadap Bilal bin Rabah manakala ia mengumandangkan kata Ahad. . ! Ahad. . !, dari hati sanubarinya. Umayyah menyiksa dan mencambukinya di bawah terik matahari kota Mekkah, lalu meletakkan batu besar di atas perutnya.

            Sama halnya dengan Ammar, Musab, Khabbab, Ibnu Masud, Abu Bakar as-Shiddiq, dan bahkan Rasulullah.

            Juga Imam Ahmad bin Hambal. Ketika beliau menolak untuk menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, dengan segera pukulan, cambuk, penjara, dan siksa datang bertubi-tubi.

            Pun demikian dengan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

            Begitulah orang-orang fasiq, orang-orang kafir, dan orang-orang yang murtad, selalu menyambut para da’i agama Allah dan para aktifis yang meng’azamkan tegaknya dien di zaman ini dengan reaksi yang sama.

            Inilah sambutan dari musuh-musuh Islam, akhir dari tipu daya mereka, akhir dari anak panah yang mereka miliki. Inilah hal terbaik yang dapat mereka lakukan untuk mempertahankan kebatilan dan kesekuleran mereka.

            Karenanya, jika mereka telah menyambut kalian dengan reaksi seperti itu, lalu kalian tetap kokoh di atas kebenaran dan sabar menghadapi cobaan, sungguh itu telah menghancurkan seluruh rencana yang telah mereka persiapkan sebelumnya, juga mempus tipu daya mentah-mentah, serta menggagalkan upaya mereka untuk mengatur dan melancarkan berbagai makar.

            Sesungguhnya keteguhan, kesabaran, dan komitmen kalian kepada Allah ‘azza wa jalla termasuk faktor kemenangan bagi Islam dan kegagalan bagi musuh-musuhnya.

            Lihatlah bagaimana keadaan musuh yang menyadari bahwa anak panah mereka telah patah, usaha mereka telah sia-sia, upaya yang mereka adakan telah gagal, berlalu bagikan angin yang berhembus, dan tipu daya mereka telah sirna begitu saja?!

            Bagaimankah keadaan mereka, jika mereka tahu bahwa berbagai tindak intimidasi yang mereka lancarkan hanya akan menambah kekuatan, keikhlasan, dan keteguhan bagi kita? Setiap kali mereka menambah intensitas siksaan dan azab kepada ahlulhaq (yang memihak kepada kebenaran) setiap kali itu pula lahir generasi yang lebih kuat, lebih kokoh, lebih bijak, lebih berakal. Generasi yang selalu terbina untuk melaksanakan perintah pada ‘azimah (hukum asal), dan bukan rukhsah (keringanan), serta mengambil sedikit saja dari yang mubah.

            Generasi yang telah menceriakan manusia dengan talak bain (pemutusan secara global) tiada kesempatan baginya untuk kembali kepadanya.

            Sehubungan dengan ini ada ungkapan yang indah dari seorang aktifis yang membuat saya tertegun. Katanya begini, Apa gerangan yang terjadi manakala musuh-musuh kita tahu bahwa tipu daya mereka tidak melelahkan hati kita tetapi malah menguatkannya, tidak mempus cita dan asa kita tetapi malah mengukuhkannya, dan tidak menurunkan semangat kita malah meninggikannya. Bagaimna keadaan mereka? Jika merka tahu bahwa kita semakin dekat kepada Allah manakala kesulitan dan cobaan semakin berat. Ya, setiap kali ujian semakin menggila dan upaya musuh semakin membabi buta setiap kali itu juga kalbu bersujud dihadapan Rabbnya dan ber‘azam untuk terus melanjutkan asanya tanpa sedikitpun melemah. Juga senantiasa memohon kepada pelindungnya agar memurnikan dari segala yang dibenci-Nya dan selalu menjaganya. Bagaimana kira-kira kejengkelan mereka manakala mereka tahu bahwa mereka telah menjadikan kendaraan untuk menyelesaikan target tertentu. Target pembersihan dan penjernihan. Lalu apa manfaat dari kejengkelan mereka itu?!

“Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.”” (Qs. Ali ‘imran [3]:119)

“Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. An-Nisa [4]:141)

            Sesungguhnya keteguhan kalian di atas kebenaran, dan kesabaran kalian dalam menghadapi ujian, memberikan jaminan akan kehancuran musuh-musuh Islam, bukannya dari sisi teori dan konsep saja. Keteguhan dan kesabaran akan menghancurkan mereka; eksistensi, institusi, dan konstitusi sekaligus.

            Sesungguhnya kesabaran dan keteguhan kelompok kecil orang-orang beriman dengan sebenarnya dari kalangan ahlulhaq (yang selalu berpihak kepada kebenaran) menjadi jaminan akan kehancuran pemerintah sekuler dari dasarnya sehingga jungkir balik. Itu terjadi setelah kehancuran pemikirannya, konsep-konsepnya dan dasar-dasarnya.

            Bukankah keteguhan Abu Bakar ash-Shiddiq dan kesabarannya ketika terjadi harrakaturruddah (gerakan murtad massal), gerakan murtad massal adalah lenyapnya fitnah dari kemurtadan itu? Fitnah yang menimpa seluruh jazirah Arab terkecuali tiga kota saja; Mekkah, Madinah, dan Jawatsa di Bahrain.

            Kini kita sering mendengar ungkapan, Kemurtadan dimana-mana namun tiada lagi Abu Bakar untuk menanganinya.

            Bahkan ketangguhan yang menakjubkan dari Abu Bakar dalam situasi yang sulit inilah yang menggoncangkan singgasana orang-orang murtad dan meruntuhkannya, meski mereka memiliki perbekalan dan pengikut yang lebih cukup dan pasukan yang benar-benar pemberani.

            Dalam pada ini Abu Hurairah r.a. dengan kesadaran penuh atas apa yang diucapkan menyatakan, Demi Allah yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, kalau saja bukan Abu Bakar yang diangkat menjadi Khalifah, niscaya Allah tidak lagi disembah!mereka yang mendengar mengatakan, Jangan begitu, wahai Abu Hurairah![1]

            Bukankah keteguhan dan kesabaran Imam Ahmad bin Hambal kala dipenjara, disiksa, dan dicambuki, menghadapi fitnah Khalaqul Qur’an (pernyataan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq) yang menyelimuti seluruh kaum muslimin saat itu dan hampir-hampir merubah aqidah as-salafus shalih yang menjadi faktor penghancur utama kedustaan itu, sirnanya keburukannya, dan pembatal tipu daya para penganutnya? Siapakah para penganut itu? Tiada lain adalah para penguasa, para pejabat, para menteri, dan orang-orang yang setia kepada mereka.

            Ketegaran sang Imamlah yang telah memberikan pengaruh yang besar dalam penulisan keberlangsungan aqidah umat, setelah nyaris dieksekusi oleh tangan orang-orang yang sesat, para ahli bid’ah. Ketika sang Imam mendatangi Mu’tashim yang selanjutnya beliau diuji tentang khalaqul Qur’an, seseorang berkata, Sesungguhnya amirul mukminin telah bersumpah untuk tidak membunhmu dengan sabetan pedang, hanya saja kau akan mendapati cambukan demi cambukan.

            Pada hari ketiga, Mu’tashim mendatangi beliau seorang diri. Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia sengat mencintai Imam sebagaimana ia mencinta Harun, anaknya. Namun, Imam Ahmad tetap bergeming dengan jawabannya beliau mencabut kata-kata itu. Mu’tashim murka seraya berkata, Terlaknat kamu, aku sudah bersusah payah mendatangimu! ambil ia!

            Maka Mu’tashim memerintahkan bala tentaranya untuk melucuti pakaian sang Imam selain kain sarungnya, lalu merantainya, dan mencambukinya. Kabarnya, jumlah algojo yang ditugaskan untuk mencambuk beliau banyak sekali. Mereka bergantian dalam melaksanakan eksekusi ini. Salah seorang dari mereka pernah mengejek beliau sambil bertopang pada pangkal pedangnya ia berkata, Apakah anda hendak mengalahkan mereka semuanya?

            Setiap hari menreka mencambuk sang Imam sampai beliau pingsan. Demikian mereka lakukan terus-menerus.

            Cambukan para algojo ini telah meninggalkan bekas yang tak terbayang pada tubuh renta sang Imam. Seseorang yang pernah datang untuk mengobati luka-luka yang ditimbulkan oleh cambukkan itu berkata, Demi Allah, aku telah melihat bekas seribu cambukkan! Belum pernah aku melihat bekas cambukkan sehebat ini!Bekas cambukkan itu menghiasi tubuh sang Imam sampai akhir hayat beliau.

            Diantara sekian peristiwa yang dijalani oleh sang Imam Ahmad, yang paling menakjubkan adalah bahwa satu-satunya perkara yang beliau khawatirkan saat itu adalah terlepasnya sirwal (celana bertali) dan terlihatnya aurat beliau disaat beliau menerima siksaan dihadapan khalayak yang menyaksikan prosesi penyiksaan. Adalah beliau banyak-banyak berdo’a, memohon supaya auratnya tidak tersingkap. Dan Allah mengabulkan permohonan sang Imam![2]

            Kisah ini meskipun singkat telah banyak memberikan dampak positif bagi saya dan sekian ikhwah yang telah melewati masa ujian yang dalam beberapa bagiannya mirip dengan yang dialami oleh Imam Ahmad. Semoga Allah senantiasa merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Semoga Allah senantiasa merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Semoga atas jasanya yang besar terhadap Islam, Allah membalasnya dengan balasan yang baik.

* * *

FOOT NOTE:

[1]   Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, sebagaimana tersebut dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 6/305. Dialam Kanzul ‘Ummal 3/129 disebutkan bahwa sanadnya hasan.

[2]  Lihat: Mihnah Imam Ahmad dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 10/267-274, juga 330-340.

* * *

@jordibudiyono

Leave a comment