Nasehat Ke Dua Puluh “BERBAKTILAH KEPADA KEDUA ORANG TUA”

Naseat2 Rasulullah saw - oleh Abdullah Azzam20

“Sungguh! Jika kemaksiatan sebesar durhaka kepada kedua orang tua meluas  dan merajalela, ini dapat merobohkan umat Islam secara total dan bisa menjadi faktor utama datangnya kemurkaan Allah.”

BERBAKTILAH KEPADA KEDUA ORANG TUA

Ada satu hakekat yang harus dimengerti oleh seluruh ikhwah tanpa terkecuali yaitu berbakti kepada kedua orang tua, dan durhaka kepada ibu dan bapak merupakan salah satu dosa besar. Semua tahu adanya wasiat dari Al-Qur’an yang diulang beberapa kali yang mencerminkan untuk berbuat baik kepada keduanya.

Derajat berbuat baik kepada keduanya lebih tinggi daripada derajat sikap adil. Bahkan Allah memposisikan perbuatan baik untuk keduanya setelah beribadah kepada-Nya, langsung.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau ­­kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah!” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(Qs Al-Israa’ [17] : 23)

Allah telah melarang pengucapan kata-kata “Ah!” yang ditujukan kepada salah satu dari keduanya. Lalu bagaimana dengan yang lebih dari itu?!

Meski begitu, kita masih ada segelintir ikhwah (yang belum lama beriltizam) yang tidak menunaikan kewajiban ini. Saya tidak mengatakan, berbuat baik kepada kedua orang tua mereka, sebab berbuat adil pun tidak. Tetapi malah durhaka kepada mereka. Kadang terdengar kabar ada yang berkta kasar kepada ayahnya, mengeraskan suara dihadapannya, tidak mentaatinya dalam urusan yang wajib atau mubah, bahkan pernah terdengar adanya seseorang yang menghardik atau mencaci maki Ibunya!

Kepada mereka saya katakan: Sesungguhnya berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban agama seperti halnya dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan shalat. Durhaka kepada keduanya merupakan salah satu dosa besar yang tidak berpaut dari dosa besar semacam zina, mencuri, atau yang lainnya, bahkan bisa jadi durhaka kepada keduanya ini lebih besar. Nah, atas alasan apa anda memilah-milah Islam?, menerima sebagiannya dan menolak sebagian yang lain? Bukankah anda pula yang telah mencela orang-orang sekuler habis-habisan, dan bukankah anda juga yang menggemakan firman Allah.

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.” (Qs. Al-Baqarah [2] : 85)

Mengapa anda melarang orang lain sementara anda sendiri mengerjakannya?

“Janganlah anda melarang sesuatu perilaku, tetapi anda melakukann yang semisal dengannya adalah aib yang sangat besar jika anda nekat melakukannya.”

Kepada mereka saya katakan juga: Ingatlah juga bahwa Islam memuliakan kedua orang tua sampai-sampai anda dibolehkan bahkan diharuskan untuk membatalkan sholat sunah demi menyahut panggilan keduanya.

Mereka mestinya juga mengingat kisah Juraij, seorang abid (ahli ibadah) dari kalangan Bani Israil dan Ibunya yang dikisahkan langsung oleh Rasulullah saw., Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Juraij adalah seorang abid ia menetap di sebuah sinagog. Suatu hari ketika ia sedang mengerjakan sholat, Ibunya datang dan memanggilnya “Juraij”, panggil Ibunya. Di dalam hati Juraij berkata, “Duhai Rabbku, Ibuku atau sholatku?” Juraij memilih sholatnya, dan Ibunya pun pergi meningglkannya. Keesokan harinya Ibunya datang lagi dan ia pun sedang mengerjakan sholat. “Juraij”, seru Ibunya. Di dalam hati Juraij berkata, “Duhai Rabbku, Ibuku atau sholatku?” Juraij memilih sholatnya, dan Ibunya pergi meninggalkannya. Keesokan harinya Ibunya datang lagi dan lagi lagi ia pun sedang menggerjakan sholat. “Juraij” seru Ibunya. Di dalam hati Juraij berkata, “Duhai Rabbku, Ibuku atau sholatku?” Juraij memilih sholatnya, dan disaat itulah Ibunya berdo’a, “Yaa Allah jangan engkau sampaikan ajalnya sampai ia melihat wajah-wajah wanita lajang!” suatu di saat Bani Israil membicarakan Juraij dan ibadahnya, datang seorang pelacur yang sangat cantik. Wanita itu pergi dan menggoda Juraij, namun Juraij bergeming , menolehpun tidak. Maka wanita itu mendatangi seorang pengembala yang kebetulan berteduh di sinagog Juraij, mengeluarkan dari sinagog, merobohkan sinagognya, dan memukulinya. “Apa-apaan ini?!”, tanya Juraij. Orang-orang itu berkata, “kamu telah berzina dengan wanita ini dan ia telah melahirkan bayi hasil hubunganmu dengannya.” “mana anak itu?”, tanya Juraij mereka membawa bayi iu kepada Juraij, lalu Juraij berkata, “Tunggu sebentar, biar aku mengerjakan sholat dulu!” Juraij pun mengerjakan sholat. Seusai mengerjakannya, mendatangi bayi itu dan dipukulnya perut bayi itu seraya berkata, “Hei anak kecil siapa bapakmu?”, bayi itu menjawab, “Fulan si pengembala.” orang-orang yang hadir terperangah dan mereka pun mencium Juraij dan meminta berkah darinya. Mereka berkata, biarlah kami bangun kembali sinagogmu dari emas! “Tidak!” kata Juraij, “Bangunlah dari tanah liat seperti sedia kala!” maka mereka pun membangunnya kembali.”[1]

Juraij yang sedang mengerjakan sholat sunnah enggan membatalkan sholatnya demi menjawab panggilan Ibunya. Ia mengira menyelesaikan sholat lebih baik daripada menjawab panggilan Ibunya, lebih baik berbakti kepada keduanya. Ia melakukan hal itu tiga kali pada hari yang berbeda. Dalam tiga hari itu ia tidak menyahut atau menjawab panggilan Ibunya. Lalu sang Ibu berdo’a kepada Allah dan Allah mengabulkannya sebagai pelajaran agung bagi Juraij tentang prioritas amal dalam dienullah dan bahwa birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) serta berbuat baik kepada keduanya lebih agung dan lebih utama (kelak saat ditimbang di akhirat) daripada semua shalat sunnah.

Berangkat dari urgensi pelajaran agung yang telah dipelajari Juraij inilah Rasulullah ingin mengajarkan kepada umatnya, sebagai bukti rasa kasih beliau kepada mereka, dan supaya tidak terulang kembali kesalahan yang pernah dialami Juraij, khususnya menyangkut orang-orang shalih, para penegak dien dan siapa saja yang hidup seperti Juraij. Karena akibat yang akan menimpa orang-orang selain mereka.

Kepada ikhwah yang kurang berbakti kepada kedua orang tua mereka saya sarankan untuk mengingat kisah Uwais al-Qarny, seorang tabi’in yang kedatangannya dikabarkan oleh Rasulullah kepada Umar bin Khattab, “Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama sekian penduduk Yaman, dari daerah Murad, Qaran. Ia pernah terjangkit penyakit kulit, lalu sembuh dan tersisa sebesar uang seukuran satu dirham. Ia memiliki sang ibu dimana ia sangat berbakti kepadanya. Apabila ia bersumpah, memohon kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkannya. Jika kamu memintanya untuk beristigfar untukmu, lakukanlah!”

Umar membawa hadits Nabi saw. beristigfarlah untukku!, katanya kemudian dan Uwais pun melakukannya.[2]

Saudara-saudaraku, tinggi dan mulia sekali derajat yang dicapai oleh seorang tabi’in ini. Sungguh, sekiranya saya memaparkan ketinggiannya pada lembaran-lembaran kertas, hal itu tidak akan mencukupinya. Cukuplah kiranya pujian dari Rasulullah dan pemberitaan tentangnya kepada seorang sahabat. Apalagi beliau menganjurkan Umar bin Khattab memintanya untuk beristigfar untuknya… siapa yang tidak mengenal Umar bin Khattab, dengan kedudukannya dalam dienullah, dan kedudukannya di sisi Allah?! Rasulullah menanyakan, jika tabi’in ini memohon sesuatu kepada Allah Dia pasti akan mengabulkannya. Bahkan beliau juga menganjurkan para sahabat apabila berjumpa dengannya, hendaklah mereka meminta supaya beristigfar bagi mereka. Dalam salah satu riwayat Imam Muslim disebutkan sabda beliau, “Siapa pun diantara kalian berjumpa dengannya, mintalah supaya ia beristigfar untuk kalian!” Dan dalam riwayat lain, “Maka suruhlah ia beristigfar untuk kalian!”

Semua kedudukan dan kemuliaan yang tinggi ini diraih oleh Uwais al-Qarniy karena baktinya kepada sang ibu.

Subhanallah! Berapa derajat yang akan diraihnya seandainya ayahnya masih hidup dan ia berbakti kepadanya?! Sungguh, ini adalah pelajaran yang agung bagi siapa-siapa yang punya hati, mau mendengar, dan mau menyaksikan.

Dalam hal ini saya menyeru kepada semua ikhwah, saya katakan, “Sesungguhnya manusia yang paling utama untuk kalian da’wahi adalah kedua orang tua, keluarga, dan kerabat. Bukankah Allah berfirman: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (Qs. Asy-Syu’araa’ [26] : 214)

Apakah ada diantara kalian yang ingin masuk surga? Sementara dalam waktu yang sama ia ingin ibu atau bapaknya masuk neraka? Atau salah satu dari keduanya disiksa pada hari kiamat akibat kekurang seriusnya dalam mengajak kepada kebanaran, petunjuk, dan cahaya?

Sebagaimana saya mengingatkan setiap aktivis untuk mengasihi manusia secara umum, saya pun mengingatkan supaya mereka mengasihi kedua orang tua, keluarga, dan kerabat mereka. Saya katakan, jika anda mendapati salah satu dari keduanya atau keduanya tengah bermaksiat, hendaklah mengasihinya dan mengingatkannya dengan lemah lembut. Hendaknya anda selalu mengingat bahwa menurut aturan syara’ mengingkari kemungkaran yang dilakukan oleh kedua orang tua hanya boleh menggunakan pengingkaran tingkat pertama; mengingkarinya dengan bahasa yang halus, penuh kasih sayang dan lemah lembut. Anda cukup tidak mena’ati keduanya sepanjang masa hanya dikarenakan keteledorannya dalam berbagai urusan dien, maka hukumnya haram mutlak! Anda harus selalu menaati keduanya dalam setiap perkara mubah, sunnah atau wajib dari dien ini, meskipun keduanya termasuk ahli maksiat, atau bahkan kafir sekalipun. Anda harus menjalin hubungan baik dengan keduanya, mempergauli mereka dengan ma’ruf, berkhidmad dengan keduanya, dan memenuhi kebutuhannya jika anda mampu.

Jangan sekali-kali anda menyusahkan atau menyakiti keduanya. Jangan sekali-kali anda beranggapan bahwa Ayah anda telah menjadi gombal dengan kain usang di dalam rumah, sedang anda telah menjadi tuan rumah yang berkuasa, menggantikannya. Jangan anda memukul adik-adik anda tanpa sebab. Jangan anda berlaku congkak di hadapan semuanya atas nama mengusir kemungkaran yang ada di dalam rumah.

Bisa jadi, kerusakan yang anda lakukan ini justru lebih besar dibandingkan kemungkaran yang sebenarnya para ulama masih berselisih pendapat di dalamnya. Sekiranya anda menyeru mereka dengan seruan yang berat, berdasarkan bashirah (pandangan hati), dan anda ajarkan dengan dien yang sebenarnya, niscaya anda akan mendapati keadaan yang sangat berbeda; segalanya berjalan dengan keinginan anda bahkan lebih! Bisa-bisa anda menemukan seseorang dari anggota keluarga anda yang lebih baik daripada diri anda sendiri dan lebih dekat kepada Allah dari pada diri anda sendiri.

Menurut pengalaman panjang dalam hidup saya, saya mendapati bahwa seorang pendurhaka kepada kedua orang tuanya tidak akan tahan berlama di jalan kebenaran; ia akan bertahan bersama jama’ah Islam beberapa langkah saja, lalu ia akan terfitnah oleh dunia dan melangkah jauh entah kemana. Kiranya rahasianya adalah wallahu a’lam Barangsiapa tidak berbuat baik kepada kedua orang tuanya ia pun tidak akan berbuat baik kepada Islam dan umat Islam.

Kepada para da’i dan  umat Islam hendaklah selalu bertanya kepada saudara-saudaranya dan anggotanya tentang hubungan mereka dengan orang tua dan keluarga mereka. Hendaknya mereka serius menginfestasikan firman Allah:“dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Israa’ [17] : 23)

Sungguh! jika kemaksiatan sebesar durhaka kepada kedua orang tua melusa dan merejalela, ini dapat merobohkan jama’ah Islam secara total dan bisa menjadi faktor utama datangnya kemurkaan Allah. Na’udzubillahi min dzalik.

Alhamdulillah jika kita perhatikan keadaan kita disini (bukan di indonesia, pent.) kita saksikan antara ikhwah dan keluarga mereka. Kita temui kecintaan yang agung dan sikap saling menghargai. Kita dapati rata-rata keluarga ikhwah setelah setahun atau paling lama dua tahun sejak seorang aktivis menyatakan iltizam kepada Islam secara total. Seringkali kita menjumpai diantara keluarga aktivis itu yang lebih kuat iltizamnya, lebih baik, dan lebih kukuh daripada aktivis itu sendiri. Itulah fadlullah (karunia) yang diberikan kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya.

Saya benar-benar telah menyaksikan dengan sebenarnya, saya telah menyaksikan bapak, ibu, dan istri para aktivis turut merasakan penderitaan panjang di jalan Allah, bertahun-tahun mereka telah menampilkan suatu tauladan terbaik dalam hal kesabaran, keteguhan di atas kebenaran, dan dukungan yang sangat kuat bagi para mujahidin.

Bukti yang paling nyata adalah ratusan ibu-ibu, bapak-bapak, dan para istri yang berdiri berjam-jam setiap harinya, dibakar terik matahari di musim panas, di guyur hujan di musim penghujan, merasakan kesulitan, derita, dan beban melebihi yang diderita oleh para aktivis. Mereka menunggu selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Mereka bersabar untuk berpisah dengan anak dan suami mereka. Mereka kehilangan nafsu makan, dan mereka ingin membawa makan itu kepada anak-anak mereka. Sebagian mereka bahkan mereka tertidur dengan perut kosong, mereka tentu bersabar dan mengharap ridho Allah. Mereka berada dalam jihad yang tidak lebih kecil daripada jihad yang dilakukan anak dan suami mereka, jika bukan malah lebih besar. Dan apa yang sanagat besar dalam diri anak-anak dan suami mereka, menambah kekuatan dan keteguhan mereka dalam menanggung beban derita di jalan Allah.

* * *

Foot Note :

[1]  Diriwayatkan oleh al-Bukhari 6/476, Muslim 16/106, dan Ahmad 2/307 dari Abu Hurairah r.a.

[2]  Diriwayatkan oleh Imam Muslim 16/95 dari ‘Umar bin Khattab, juga oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ 2/84-85.

* * *

@jordibudiyono

Leave a comment